Bengkulu Utara, Wordcovernews.com – Persoalan lingkungan kembali menjadi sorotan, terutama terkait lahan bekas pertambangan batu bara yang terbengkalai di Kecamatan Napal Putih dan Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara. Kawasan eks pertambangan tersebut kini tampak seperti lahan kosong yang porak-poranda dengan lubang-lubang galian besar, tanpa adanya upaya reklamasi yang seharusnya dilakukan. Kondisi ini menuai kritik dari para penggiat lingkungan.
Ketua Umum Garbeta, Dedi Mulyadi, saat dikonfirmasi media menegaskan bahwa lahan bekas tambang batu bara wajib direklamasi. Hal itu, katanya, sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, serta diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
“Bagi pemegang IUP maupun IUPK yang tidak melakukan reklamasi, ancaman sanksi hingga pidana sudah menanti,” ujarnya.
Dedi juga menyoroti soal dana reklamasi yang wajib disetorkan perusahaan tambang kepada pemerintah. Ia mempertanyakan transparansi pengelolaan dana tersebut.
“Dana reklamasi itu kan sudah disetorkan sebagai jaminan. Lalu, digunakan untuk apa? Jangan sampai setelah mengambil hasil kekayaan alam, lahan dibiarkan rusak begitu saja,” tegasnya.
Di akhir penyampaiannya, ia mengingatkan agar perusahaan pertambangan mematuhi regulasi yang berlaku. Selain itu, aparat penegak hukum juga diminta bersikap tegas apabila ditemukan adanya pelanggaran reklamasi di wilayah pertambangan.
Pewarta: Restu Edi
Editor : Desty Dwi Fitria
COPYRIGHT © WORDCOVERNEWS 2025