Bengkulu, Wordcovernews.com – Organisasi Masyarakat (Ormas) Garbeta mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu untuk segera memeriksa PT. Sandabi Indah Lestari (SIL) terkait dugaan pelanggaran penggunaan kawasan hutan negara di Provinsi Bengkulu. Kasus ini mencuat karena perusahaan perkebunan sawit tersebut diduga telah membuka kawasan hutan produksi terbatas (HPT) di Register 71 tanpa izin resmi dari pemerintah.
Ketua Umum Garbeta, Dedi Mulyadi, saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon, mengungkapkan bahwa pembukaan lahan yang dilakukan PT. Sandabi Indah Lestari telah berlangsung selama puluhan tahun. Kawasan seluas kurang lebih 700 hektare itu awalnya berstatus HPT sebelum kemudian berubah menjadi kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Lokasinya berbatasan langsung dengan hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit milik perusahaan tersebut.
“Kita sudah sampaikan laporan ini ke pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, bahkan hingga ke Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Pada 24 Januari 2025, kami diundang audiensi langsung oleh pihak kementerian. Dalam pertemuan itu, pihak kementerian menegaskan tidak pernah memberikan izin atau rekomendasi kepada PT. Sandabi Indah Lestari untuk mengubah kawasan hutan menjadi perkebunan sawit,” tegas Dedi.
Menurutnya, pembukaan kawasan hutan register 71 oleh PT. SIL dapat dikategorikan sebagai perambahan hutan yang melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pelanggaran tersebut, kata Dedi, berpotensi menimbulkan kerugian negara karena mengabaikan ketentuan pengelolaan kawasan hutan yang berlaku.
“Kawasan itu sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit selama puluhan tahun. Ini jelas merugikan negara dan bertentangan dengan aturan. Dalam UU Kehutanan, pengelolaan kawasan hutan harus sesuai izin dan peruntukannya, bukan dibuka secara sepihak,” ujarnya.
Garbeta mengaku telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Kejati Bengkulu dan berharap aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas. “Kami minta Kejati Bengkulu menindaklanjuti laporan kami sebagai wujud penegakan supremasi hukum yang adil. Kami juga siap memberikan bukti-bukti tambahan terkait persoalan ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dedi menilai bahwa pembiaran terhadap praktik seperti ini hanya akan membuka celah bagi kerusakan lingkungan yang lebih luas. Ia mengingatkan bahwa kawasan hutan memiliki fungsi penting bagi keseimbangan ekosistem dan perlindungan sumber daya alam. “Jika aturan terus dilanggar, kerusakan hutan akan semakin parah dan berdampak langsung terhadap masyarakat, mulai dari bencana banjir, longsor, hingga hilangnya habitat satwa,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT. Sandabi Indah Lestari belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan yang disampaikan oleh Ormas Garbeta. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Bengkulu juga belum mengonfirmasi langkah hukum yang akan diambil.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pelanggaran pemanfaatan kawasan hutan di Bengkulu, yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan pemerintah pusat.
Garbeta berharap proses hukum terhadap dugaan perambahan hutan oleh PT. Sandabi Indah Lestari dapat berjalan transparan dan memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang berani melanggar ketentuan perundang-undangan.
Pewarta: Restu Edi
Editor : Desty Dwi Fitria
COPYRIGHT © WORDCOVERNEWS 2025